BAB I
LATAR BELAKANG
Bauran pemasaran berlaku umum, penggunaan dan
spesifikasinya menggambarkan
posisi yang strategis suatu produk di pasar. Pada awalnyabauran pemasaran dimulai tahun 1948
ketika Yakobus Culliton berkata bahwa suatu keputusan pemasaran harus berdasarkan suatu
hasil resep. Versi ini dilanjutkan 1953 ketika Neil Borden (AMA), mengambil gagasan resep itu dengan istilah “Marketing-Mix”. Seorang pemasar
terkemuka, E. Jerome Mccarthy, mengusulkan pada tahun 1960 suatu penggolongan 4P dari marketing mix.
Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi
suatu strategi pemasaran organisasi, namun semua
pengambilan keputusan pemasaran dapat digolongkan ke dalam
empat unsur-unsur strategi, yang dikenal
sebagai bauran pemasaran: Produk, Harga,Tempat, dan promosi. Ketika produk
potensial dianalisa dan dikembangkan untuk target pasar , maka harus dipandang
dengan bauran pemasaran.
Dalam makalah ini kami mengambil salah satu
pokok bahasan dari bauran pemasaran yaitu pokok bahasan tentang harga. Harga
adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur
lainnya mengahasilkan biaya. Harga barang adalah unsur program pemasaran yang
paling mudah disesuaikan; cirri-ciri produk, saluran, bahkan promosi
membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang
dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk atau mereknya. Sebuah
produk yang dirancang dan dipasarkan dengan baik dapat menentukan premium harga
dan mendapatkan laba besar.dan sebaliknya produk yang kualitasnya bagus tetapi
tidak ditunjang dengan strategi harga yang tepat dapat berakibat tujuan
perusahaan tersebut menjadi gagal, atau sebagus apapun saluran distribusi dan
promosinya tanpa dibarengi dengan strategi harga yang tepat akan mengakibatkan
tujuan perusahaan tersebut menjadi gagal tercapai.
Melihat dari realita kenyataan diatas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa posisi harga disini sangatlah penting dan
menentukan, dan oleh karena itulah yang melatar belakangi kami untuk meneliti
lebih dalam serta mempelajari dan menganalisis studi kasusnya tentang harga,
terutama strategi harga yang diterapkan oleh perusahaan KFC.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi
Harga merupakan salah satu bagian yang
sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari empat
bauran pemasaran / marketing mix (4P = product,
price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah
suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan
moneter.
Harga merupakan salah satu penentu
keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan
yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang
maupun jasa.
Menetapkan harga terlalu tinggi akan
menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan
mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan.
B.
Fungsi
Pada
Dasarnya ada empat jenis tujuan pentapan harga, yaitu:
1.
Tujuan
berorirntasi pada harga
Asumsi teori
ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang
dapat menghasilkan laba yang tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah
maksimalisasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks
dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan,
maksimalisasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk
memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat
harga tertentu. Dengan demikian, tidak mungkin suatu perusahaan dapat
mengatahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.
2.
Tujuan
berorientasi pada volume
Dikenal dengan
istilah volume pricing objectives.
Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan,
nilai penjualan atau pangsa pasar. Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan
penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop
dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta penyelenggaraan seminar-seminar.
Bagi sebuah perusahaan penerbangan, biaya penerbangan untuk satu pesawat yang
terisi penuh maupun yang hanya terisi separuh tidak banyak berbeda. Oleh karena
itu, banyak perusahaan penerbangan yang berupaya memberikan insentif berupa
harga spesial agar dapat meminimisasi jumlah kursi yang tidak terisi.
3.
Tujuan
berorientasi pada citra
Citra perusahaan
dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan
harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara
itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk nilai citra tertentu (image of value), misalnya dengan
memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu
wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah
bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran
produk yang ditawarkan perusahaan.
4.
Tujuan
stabilisasi harga
Dalam pasar yang konsumennya
sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menemukan harganya, maka
para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang
mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri
tertentu yang produknya sangat terstandarisasi (misalnya mnyak bumi). Tujuan
stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan
hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri.
5.
Tujuan-tujuan
lainnya
Harga dapat pula ditetapkan
dengan tujuan mencegah maasuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan,
mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. Organisai
non profit juga dapat menetapkan tujuan penetapan harga yang berbeda, misalnya
untuk mencapai partical cost recovery, full cost recovery, atau untuk
menetapkan social price.
C.
Metode Penetapan Harga
Secara garis besar metode penetapan harga dapat
dikelompokkan menjadi 4 kategori utama, yaitu metode penetapan harga berbasis
permintaan, berbasis biaya, berbasis laba, dan berbasis persaingan.
Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan
Metode ini lebih menekankan faktor‑faktor
yang mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan daripada faktor‑faktor
seperti biaya, laba, dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri didasarkan
pada berbagai pertimbangan, di antaranya yaitu:
a.
Kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli),
b.
Kemauan pelanggan untuk membeli,
c.
Posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni
menyangkut apakah produk tersebut merupakan simbol status atau hanya produk
yang digunakan sehari‑hari;
d.
Manfaat yang diberikan produk tersebut kepada
pelanggan,
e.
Harga produk‑produk substitusi,
f.
Pasar potensial bagi produk tersebut,
g.
Sifat persaingan non‑harga,
h.
Perilaku konsumen secara umum,
i.
Segmen‑segmen dalam pasar.
Paling sedikit ada tujuh
metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan harga berbasis
permintaan, yaitu skimming
pricing, penetration pricing, prestige pricing, price lining pricing, odd‑even
pricing, demand‑backward pricing, dan bundle pricing.
1.
Skimming Pricing
Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi
bagi suatu produk baru atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian
menurunkan harga tersebut pada saat persaingan mulai ketat. Strategi ini baru
bisa berjalan baik jika konsumen A tidak sensitif terhadap harga, tetapi lebih
menekankan pertimbangan‑pertimbangan kualitas, inovasi, dan kemampuan produk
tersebut dalam memuaskan kebutuhannya.
Bila segmen pasar yang tidak sensitif terhadap harga ini
telah terpuaskan (dilayani dengan baik), maka perusahaan akan menurunkan
harganya untuk menarik segmen pasar lainnya, yakni segmen yang lebih sensitif
terhadap harga. Kadangkala penurunan harga ini diikuti pula dengan sedikit
modifikasi produk. Misalnya novel 'The Chamber' John Grisham ditawarkan pertama
kali dalam edisi hardcover, kemudian beberapa waktu kemudian diproduksi pula
edisi buku saku untuk Menjangkau segmen pasar lainnya.
2.
Penetration Pricing
Dalam strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan suatu
produk baru dengan harga rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume
penjualan yang besar dalam waktu relatif singkat. Selain itu strategi ini juga
bertujuan untuk mencapai skala ekonomis dan mengurangi biaya per unit. Pada
saat yang bersamaan strategi penetrasi juga dapat mengurangi minat dan
kemampuan pesaing, karena harga yang rendah menyebabkan marjin yang diperoleh
setiap perusahaan menjadi terbatas.
3.
Prestige Pricing
Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas
atau prestise suatu barang/jasa. Dengan demikian bila harga diturunkan sampai
tingkat tertentu, maka permintaan terhadap barang atau jasa tersebut akan
turun.
Prestige pricing merupakan
strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi sehingga konsumen yang sangat
peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk, dan kemudian membelinya.
Produk‑produk yang sering dikaitkan dengan prestige pricing antara lain
permata, berlian, parfum, porselin, limousin, jaket kulit, dan lain‑lain.
Produk‑produk ini malah sulit laku bila dijual dengan harga murah.
4.
Price Lining
Price Lining digunakan apabila perusahaan menjual produk
lebih dari satu jenis. Harga untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan
ditetapkan pada tingkat harga tertentu yang berbeda. Misalnya harga lini produk
pakaian wanita ditetapkan pada tingkat harga Rp 50.000,001‑ Rp 79.000,00; dan
Rp 99.000,00.
Price lining bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a.
Produsen menjual setiap item barang dengan harga yang
sama kepada pengecer. Kemudian pengecer menambahkan persentase markup yang
berbeda untuk masing‑masing item, sehingga tingkat harganya berbeda. Kriteria
yang mendasari pembedaan tersebut adalah warna, model, dan permintaan yang
dihadapi.
b.
Produsen merancang produk dengan tingkat harga yang
berbeda‑beda dan pengecer menambahkan persentase markup yang relatif sama,
sehingga harga jual yang ditawarkan kepada konsumen akhir akan bervariasi.
Biasanya variasi tingkat harga yang baik
berkisar antara 3 hingga 4 macam tingkat harga. Bila terlampau banyak, maka
justru akan membingungkan konsumen.
5.
Odd‑Even Pricing
Bila kita masuk ke sebuah supermarket, kerapkali kita
menjumpai barang‑barang yang ditawarkan dengan harga yang 'ganjil', misainya Rp
1.595,00 dan Rp 9.975,00 Pertanyaan yang bisa muncul adalah bukankah harga‑harga
tersebut sebenarnya sama saja dengan Rp 1.600,00 dan Rp 10.000,00? Apalagi saat
ini sulit mencari kembalian Rp 5,00, Rp 10,00 dan Rp 25,00, bahkan seringkali
malah diganti dengan permen.
Harga‑harga tersebut ditetapkan dengan metode odd‑even
pricing, yakni harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Masih
banyak kelompok konsumen yang menganggap bahwa harga Rp 9.975,00 masih di bawah
Rp 10.000,00, artinya bila dibayar dengan Rp 10,000,00 maka masih ada
kembaliannya. Harga sebesar Rp 9.975,00 masih berada dalam kisaran Rp 9.000,00‑an,
bukan Rp 10.000,00‑an. Pada praktiknya memang untuk satuan atau kuantitas yang
kecil, strategi ini kurang mengena sasaran. Tetapi bila menyangkut satuan atau
kuantitas besar ataupun dikaitkan dengan pembelian (belanjaan) berbagai macam
produk lainnya, maka hasiInya akan lebih efektif.
6.
Demand‑Backward Pricing
Perusahaan kadangkala memperkirakan suatu tingkat harga yang
bersedia dibayar konsumen untuk produk‑produk yang relatif mahal seperti halnya
shopping goods (misalnya pakaian dan sepatu untuk anak‑anak dan wanita; mainan
anak‑anak). Kemudian perusahaan yang bersangkutan menentukan marjin yang harus
dibayarkan kepada wholesaler dan retailer. Setelah itu barulah harga jualnya
dapat ditentukan. Jadi proses ini berjalan ke belakang, sehingga istilahnya
disebut demand backward pricing. Berdasarkan suatu target harga tertentu,
kemudian perusahaan menyesuaikan kualitas komponen‑komponen produknya. Dengan
kata lain, produk didesain sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi target harga
yang ditetapkan.
7.
Bundle Pricing
Bundle pricing merupakan strategi pemasaran dua atau lebih
produk dalam satu harga paket. Misalnya travel agency menawarkan paket liburan
yang mencakup transportasi, akomodasi, dan konsumsi. Bundle pricing didasarkan
pada pandangan bahwa konsumen lebih menghargai nilai suatu paket tertentu
secara keseluruhan daripada nilai masing‑masing item secara individual.
Strategi ini memberikan manfaat besar bagi pembeli dan penjual. Pembeli dapat
menghemat biaya total, sedangkan penjual dapat menekan biaya pemasarannya.
Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya
Dalam metode ini faktor penentu harga yang
utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga
ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah
tertentu sehingga dapat menutupi biaya‑biaya langsung, biaya overhead, dan
laba.
1.
Standard Markup Pricing
Dalam standard markup pricing, harga ditentukan dengan jalan
menambahkan persentase tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu kelas
produk. Misalnya, pakaian dikenai tambahan 15%, sepatu 20%, arloji 25%, hem
15%, dan lain‑lain.
Metode ini banyak diterapkan di supermarket dan toko‑toko
eceran lainnya yang menawarkan banyak lini produk. Persentase markup bervariasi
besarnya, tergantung pada jenis toko eceran (pakaian , grosery, atau furniture)
dan jenis produk yang dijual. Biasanya produk‑produk yang tingkat perputarannya
tinggi dikenakan markup yang lebih kecil daripada produk‑produk yang tingkat
perputarannya rendah.
2.
Cost Plus Percentage of Cost Pricing
Banyak perusahaan manufaktur, arsitektural, dan konstruksi
yang menggunakan berbagai variasi standard markup pricing. Dalam cost plus percentage‑of‑cost pricing, perusahaan
menambahkan persentase tertentu terhadap biaya produksi atau konstruksi. Metode
ini seringkali digunakan untuk menentukan harga satu item atau hanya beberapa
item. Misalnya suatu perusahaan arsitektur menetapkan tarif sebesar 15% dari
biaya konstruksi sebuah rumah. Jadi, bila biaya konstruksi sebuah rumah sebesar
Rp 100 juta dan fee arsitek sebesar 15% dari biaya
konstruksi, (Rp 15 juta), maka harga akhirnya sebesar Rp 115 juta.
3.
Cost Plus Fixed Fee Pricing
Metode ini banyak diterapkan dalam produk‑produk yang
sifatnya sangat teknikal, seperti mobil, pesawat, atau satelit. Dalam strategi
ini pemasok atau produsen akan mendapatkan ganti atas semua biaya yang
dikeluarkan, seberapapun besarnya, tetapi produsen tersebut hanya memperoleh
fee tertentu sebagai laba yang besarnya tergantung pada biaya final proyek
tersebut yang disepakati bersama. Misalnya Singapura menyepakati untuk membayar
PT Satelit Kita seharga Rp 2 trilyun sebagai biaya peluncuran satelit SS1 dan
fee sebesar Rp 200 milyar. Bila kemudian ternyata biaya peluncuran membengkak
hingga mencapai Rp 3 triliun yang diterima PT Satelit Kita tetap sebesar Rp 200
milyar.
4.
Experience Curve Pricing
Metode ini dikembangkan atas dasar konsep efek belajar
(learning effect) yang menyatakan bahwa unit cost barang dan jasa akan menurun
antara 10 hingga 30% untuk setiap peningkatan sebesar dua kali Jipat pada
pengalaman perusahaan dalam memproduksi dan menjual barang atau jasa tersebut.
Pengalaman perusahaan tersebut dinyatakan dalam volume produksi dan penjualan.
Berdasarkan konsep ini biaya rata‑rata per unit dapat diperkirakan secara
matematis. Misalnya perusahaan meramalkan biayanya akan menurun sebesar 15%
setiap kali terjadi peningkatan volume produksi sebesar 2 kali lipat. Dengan
demikian biaya produksi dan penjualan unit ke 100 akan sebesar 85% dari biaya
pada unit ke 50, dan seterusnya. Strategi ini banyak diterapkan dalam
perusahaan‑perusahaan elektronik, misalnya tape recorder, kalkulator, TV, laser
disc, compact disc, dan sebagainya.
Metode Penetapan Harga‑ Berbasis Laba
Metode ini berusaha menyeimbangkan
pendapatan dan biaya dalam penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas
dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase
terhadap penjualan atau investasi.
1.
Target Profit Pricing
Target profit pricing umumnya berupa ketetapan atas besarnya
target laba tahunan yang dinyatakan secara spesifik. Contoh penerapan metode
ini:
2.
Target Return On Sales Pricing
Dalam metode ini, perusahaan menetapkan tingkat harga
tertentu yang dapat menghasilkan laba dalam persentase tertentu terhadap volume
penjualan. Biasanya metode ini banyak digunakan oleh jaringan‑jaringan
supermarket.
3.
Target Return On Investment Pricing
Dalam metode ini perusahaan menetapkan besarnya suatu target
ROI tahunan, yaitu rasio antara laba dengan investasi total yang ditanamkan
perusahaan pada fasilitas produksi dan aset yang mendukung produk tertentu.
Kemudian harga ditentukan agar dapat mencapai target ROI tersebut.
Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan
Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya,
permintaan, atau laba, harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu
apa yang dilakukan pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri
atas empat macam, yaitu customary pricing, above, at, or below market pricing,
loss leader pricing, dan sealed bid pricing.
1.
Customary Pricing
Metode ini digunakan untuk produk‑produk yang harganya
ditentukan oleh faktor faktor seperti tradisi, saluran distribusi yang
terstandarisasi, atau faktor persaingan lainnya. Penetapan harga yang dilakukan
berpegang teguh pada tingkat harga tradisional. Perusahaan berusaha untuk tidak
mengubah harga di luar batas‑batas yang diterima. Untuk itu perusahaan
menyesuaikan ukuran dan isi produk guna mempertahankan harga. Contoh produk
yang harganya biasa ditetapkan dengan metode ini antara lain beras, gula, dan makanan
ringan.
2.
Above, At, or Below Market Pricing
Umumnya sangat sulit untuk mengidentifikasi harga pasar
spesifik untuk suatu produk atau kelas produk tertentu. Oleh karena itu,
seringkali ada perusahaan yang menggunakan pendekatan subyektif dalam memperkirakan
harga pesaing atau harga pasar. Berdasarkan patokan subyektif tersebut,
kemudian perusahaan secara cermat memilih strategi penetapan hargi yang berada
di atas, sama, atau di bawah harga pasar tersebut.
Above‑market pricing dilaksanakan dengan jalan menetapkan
harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Metode ini hanya sesuai digunakan
oleh perusahaan yang sudah memiliki reputasi atau perusahaan yang menghasilkan
barang ini, barang prestise. Ini dikarenakan konsumen kurang memperhatikan
aspek harga dalam pembeliannya, tetapi mereka lebih mengutamakan kualitas atau
faktor garga prestise yang terkandung dalam produk yang dibeli. Contoh
perusahaan yang menerapkan metode ini adalah perusahaan jam tangan Rolex dan
perusahaan busana rancangan Christian Dior.
Dalam at‑market pricing, harga ditetapkan sebesar harga
pasar, yang ini seringkali dikaitkan dengan harga pesaing. Metode ini juga
sering disebut going rate atau imitative pricing. Contoh perusahaan yang
menerapkan strategi ini adalah Sears, Revlon, dan produsen kemeja Arrow (Duett
Peabody & Company). Strategi ini banyak digunakan dalam kondisi:
·
Biaya sulit diukur dan dirasakan bahwa harga
yang berlaku ditetapkan berdasarkan pendapat sebagian besar perusahaan di dalam
industri.
·
Penyesuaian dengan harga yang berlaku umum
dipandang sebagai cara yang tidak akan merusak keseimbangan dalam industri.
·
Sulit mengetahui reaksi pembeli dan pesaing
terhadap perbedaan antara harga jual perusahaan dan harga rata‑rata dalam
industri (harga pasar).
Sementara itu below‑market pricing yang harganya ditetapkan
di bawah harga pasar, banyak diterapkan oleh produsen produk‑produk generik
(misalnya obat‑obatan) dan pengecer yang menjual produk dengan private brand
(contoh produknya antara lain gula, makanan kecil, minuman ringan, dan
sebagainya).
Harga yang ditetapkan biasanya berkisar antara 8% hingga 10%
lebih rendah dari pada harga produk pesaing merek nasional. Hero Supermarket
merupakan salah satu pengecer yang menerapkan strategi ini, terutama untuk
produk‑produk private brand‑nya.
3.
Loss Leader Pricing
Kadangkala untuk keperluan promosi khusus, ada perusahaan
yang menjual harga suatu produk di bawah biayanya. Tujuannya bukan untuk
meningkatkan penjualan produk yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen
supaya datang ke toko dan membeli pula produk‑produk lainnya, khususnya produk‑produk
yang bermarkup cukup tinggi. Jadi, suatu produk dijadikan semacam penglaris
(pancingan) agar produk lainnya juga laku.
Produk penglaris tersebut biasanya dijual dengan dasar
persediaan terbatas, misalnya hanya berlaku 'selama persediaan masih ada' atau
'hanya untuk 100 pelanggan pertama saja. Strategi ini banyak diterapkan di
supermarket dan department store. Penetapan harga penglaris (loss‑leader
pricing) merupakan alat untuk mempromosikan pengecer (retailer) dan bukan
produknya, sehingga kebanyakan produsen tidak suka bila produk‑produknya
dijadikan penglaris. IN disebabkan beberapa risiko yang mungkin timbul.
Pertama, produsen produk tersebut bisa diprotes toko (pengecer) lain dan para
pelanggan yang berbelanja di tempat lain dengan harga normal. Mereka menganggap
ada perbedaan perlakuan yang tidak adil. Kedua, produsen bakalan menghadapi
“perang harga”, bila para pesaing industrinya bereaksi dengan menurunkan harga.
Dan ketiga, produk yang dijadikan penglaris bisa turun citra/prestisenya.
Ada kalanya strategi ini diselewengkan menjadi bait‑and‑switch
pricing, dimana harga ditetapkan rendah untuk memikat pelanggan agar datang ke
toko, tetapi ketika mereka sampai di toko, perusahaan berusaha menawarkan model‑model
produk yang lebih mahal. Pramuniaga berupaya memikat dan membujuk pelanggan
untuk membeli model lain yang marjinnya lebih besar dan lebih mahal harganya.
Di Amerika Serikat praktik seperti ini dianggap ilegal, karena seringkali
mengecoh atau menipu pelanggan.
4.
Sealed Bid Pricing
Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya
melibatkan agen pembelian (buying agency). Jadi, bila ada perusahaan atau
lembaga yang ingin membeli suatu produk, maka yang bersangkutan menggunakan
jasa agen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi produk yang dibutuhkan
kepada para calon produsen. Setiap calon produsen diminta untuk menyampaikan
harga penawarannya untuk kuantitas yang dibutuhkan. Harga penawaran tersebut
harus diajukan dalam jangka waktu tertentu, kemudian diadakan semacam lelang
untuk menentukan penawaran terendah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan
kontrak pembelian.
D.
Strategi
Penetapan Harga
a.
Skimming
Price
Strategi ini
merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru. Biasanya
strategi ini dilengkapi dengan aktivitas promosi yang gencar. Produk-produk
yang harganya ditetapkan dengan strategi ini, diantaranya produk-produk yang
berkaitan dengan teknologi baru (stereo set, ponsel, hardware). Tujuan strategi
ini pada dasarnya adalah:
1.
Untuk
melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif terhadap harga, selagi
persaingan belum ada.
2.
Untuk
menutup biaya-biaya promosi dan riset dan pengembangan secepat mungkin melalui
marjin yang besar.
3.
Untuk
berjaga-jaga terhadap kemungkinan terjjadinya kekeliruan dalam penetapan harga,
karena akan lebih jauh mudah untuk menurunkan harga awal yang disarankan
konsumen terlampau mahal daripada menaikkan harga awal yang terlalu murah agar
dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan.
Skimming price
cocok digunakan dalam situasi sebagai berikut:
1.
Produk baru
memiliki karakteristik unik/khas yang sangat diharapkan konsumen dan tidak ada
atau hanya sedikit tersedia produk substitusi.
2.
Sifat
permintaan yang dihadapi tidak pasti.
3.
Cukup banyak
pelanggan yang bersedia untuk membeli produk pada tingkat harga awal yang
itnggi. Biasanya pelanggan yang termasuk kategori ini adalah mereka yang
berpenghasilan tinggi dan suka mengikuti trend.
4.
Harga awal
yang tinggi tersebut tidak akan menjadi daya tarik bagi masuknya para pesaing.
Disamping itu ada hambatan masuk bagi pesaing, misalnya berupa hak paten.
5.
Pelanggan
menginterpretasikan harga yang tinggi sebagai indikator kualitas yang tinggi.
Penentuan jangka
waktu mempertahankan harga yang tinggi sangat tergantung pada aktivitas para
pesaing. Bila tidak ada faktor hak paten, maka skimming rice harus segera
diturunkan pada saat ada pesaing yang masuk ke pasar. Sedangkan dalam kondisi
ada perlindungan hak paten, maka perusahaan inovator dapat menurunkan harganya
sedikit demi sedikit hingga menjelang akhir periode perlindungan hak paten.
Setelah masa paten berlalu barulah perusahaan menjual produknya dengan harga
rendah.
b.
Penetration
Pricing
Dalam Strategi ini
harga ditetapkan relatif rendah pada tahap awal Product Life Cycle. Tujuannya
adalah agar dapat meraih pangsa pasar yang bebas dan sekaligus menghalangi
masuknya para pesaing. Ada beberapa situasi yang sesuai dengan penetapan
strategi ini, diantaranya:
1.
Produk yang
dihasilkan memiliki daya tarik tertentu bagi pasar.
2.
Banyak
segmen pasar yang sensitif terhadap harga.
3.
Harga awal
yang rendah mengurangi iminat pesaing untuk memasuki pasar.
4.
Biaya
produksi perunit dan biaya pemasaran menurun drastis seiring dengan
meningkatnya volume produksi.
Hasil yang dapat
diperoleh dari strategi ini adalah tingkat penjualan dan pangsa pasar yang
tinggi, dan skala ekonomis yang pada gilirannya menyebabkan biaya menjadi lebih
rendah dan daya saing perusahaan semakin besar. Ada empat bentuk harga yang
biasanya dipergunakan dalam penetration pricing, yaitu:
1.
Restrained
Price
Harga yang
ditetapkan dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat harga tertentu selama
periode inflasi. Dalam hal ini kondisi lingkungan menjadi dasar dalam
menentukan tingkat hara yang ditetapkan.
2.
Elimation
Price
Merupakan harga
yang ditentukan pada suatu tingkat tertentu yang dapat menyebabkan
pesaing-pesaing tertentu keluar dari persaingan.
3.
Promotional
Price
Harga yang
ditetapkan rendah dengan kualitas yang relatif sama, dengan tujuan untuk
mempromosikan produk tertentu
4.
Keep-Out
price
Harga yang
ditetapkan pada suatu tingkat tertentu sehingga dapat mencegah para pesaing
memasuki pasar.
c.
Strategi
Penetapan Harga Fleksibel
Merupakan
starategi pembebanan harga yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk
kualitas produk yang sama.Tujuan strategi ini adalah untuk memaksimalkan laba
jangka panjang dan memberikan keluwesan dengan jalan memungkinan sikap
penyesuain, baik ke bawah maupun ke atas terhadap harga. Penetapan harga
fleksibel banyak diterapkan dalam kalangan saluran distribusi, penjualan
langsung produk-produk industrial, dan pada penjualan eceran produk-produk yang
mahal.
Strategi ini
mengandung beberapa kelemahan, yaitu:
1.
Seorang
pelanggan yang mengetahui bahwa ada orang lain yang menikmati harga lebih murah
dengan kualitas dan produk yang sama akan merasa tidak puas.
2.
Apabila
konsumen mengetahui bahwa tawar-menawar dapat menguntungkan mereka, maka mereka
akan meluangkan lebih banyak waktu guna tawar-menawar harga barang. Hal ini
bisa mempengaruhi biaya penjualan.
3.
Sebagian
besar wiraniaga akan terbiasa melakukan penurunan harga. Ini mengurangi peranan
harga sebagai alat persaingan dan menyebabkan turunnya harga.
d.
Strategi
Penetapan Harga Lini Produk
Strategi ini
dilakukan dengan jalan menetapkan harga suatu lini produk berdasarkan hubungan
dan dampak setiap produk terhadap lininya, apakah kompetitif atau komplementer.
Tujuannya adalah untuk memaksimalkan laba dari keseluruhan lini produk.
Persyaratan yang
perlu dipertimbangkan:
1.
Untuk produk
yang ada dalam lini, strategi akan disusun berdasarkan kontribusi produk
terhadap pangsa rata-rata dari biaya over-head dan biaya langsung.
2.
Untuk produk
baru, analisis pasar/produk akan menentukan apakah produk tersebut akan
menguntungkan. Penetapan harga kemudian menjadi fungsi dari biaya, sasaran
laba, pengalaman dan persaingan eksternal.
Hasil yang diharapkan meliputi:
1.
Skedul
penetapan harga seimbang dan konsisten di antara berbagai lini produk.
2.
Laba jangka
panjang yang semakin besar.
3.
Kinerja lini
secara keseluruhan yang lebih baik
BAB III
ANALISIS KASUS
A.
Profil Perusahaan
PT Fastfood Indonesia Tbk. adalah pemilik tunggal waralaba
KFC di Indonesia, didirikan oleh Gelael Group pada tahun 1978 sebagai pihak
pertama yang memperoleh waralaba KFC untuk Indonesia. Perseroan mengawali
operasi restoran pertamanya pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta,
dan sukses outlet ini kemudian diikuti dengan pembukaan outlet-outlet
selanjutnya di Jakarta dan perluasan area cakupan hingga ke kota-kota besar
lain di Indonesia antara lain Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan
Manado. Keberhasilan yang terus diraih dalam pengembangan merek menjadikan KFC
sebagai bisnis waralaba cepat saji yang dikenal luas dan dominan di Indonesia.
Bergabungnya Salim Group sebagai pemegang saham utama telah
meningkatkan pengembangan Perseroan pada tahun 1990, dan pada tahun 1993
terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Jakarta sebagai langkah untuk semakin
mendorong pertumbuhannya. Kepemilikan saham mayoritas pada saat ini adalah
79,6% dengan pendistribusian 43,8% kepada PT Gelael Pratama dari Gelael Group,
dan 35,8% kepada PT Megah Eraraharja dari Salim Group; sementara saham
minoritas (20,4%) didistribusikan kepada Publik dan Koperasi.
Perseroan memperoleh hak waralaba KFC dari Yum! Restaurants
International (YRI), sebuah badan usaha milik Yum! Brands Inc., yaitu sebuah
perusahaan publik di Amerika Serikat yang juga pemilik waralaba dari empat
merek ternama lainnya, yakni Pizza Hut, Taco Bell, A&W, dan Long John
Silvers. Lima merek yang bernaung dibawah satu kepemilikan yang sama ini telah memproklamirkan
Yum! Group sebagai fast food chain terbesar dan terbaik di dunia dalam
memberikan berbagai pilihan restoran ternama, sehingga memastikan
kepemimpinannya dalam bisnis multi-branding. Untuk kategori produk daging ayam
cepat saji, KFC tak terkalahkan.
Memasuki 28 tahun keberhasilan Perseroan dalam membangun
pertumbuhannya, posisi KFC sebagai pemimpin pasar restoran cepat saji tidak
diragukan lagi. Untuk mempertahankan kepemimpinan, Perseroan terus memperluas
area cakupan restorannya dan hadir di berbagai kota kabupaten tanpa mengabaikan
persaingan ketat di kota-kota metropolitan. Perseroan baru saja meresmikan
pembukaan outlet KFC yang ke 300 di Cireundeu pada bulan Oktober 2007,
bertepatan pada bulan yang sama ulang tahun KFC Indonesia yang ke 28. Perseroan
mengakhiri tahun 2007 dengan total 307 outlet termasuk mobile catering, yang
tersebar di 78 kota di seluruh Indonesia, mempekerjakan total 11.835 karyawan
dengan hasil penjualan tahunan di atas Rp. 1,590 triliun.
Produk unggulan Perseroan, Colonel’s Original Recipe dan Hot
& Crispy, tetap merupakan ayam goreng paling lezat berdasarkan berbagai
survei konsumen di Indonesia. Sebagai produk unggulan lainnya, dalam beberapa
tahun ini Perseroan juga menawarkan Colonel Burger, Crispy Strips, Twister, dan
yang baru-baru ini diluncurkan, Colonel Yakiniku. Selain produk-produk unggulan
ini, KFC juga memenuhi selera lokal dengan menu pilihan lain seperti Perkedel,
Nasi, Salad, dan Sup KFC. Untuk memberikan produk bernilai tambah kepada
konsumen, berbagai menu kombinasi hemat dan bermutu seperti Super Panas dan KFC
Attack terus ditawarkan. Perseroan juga meluncurkan ‘Goceng’, yakni beberapa
varian menu seharga Rp. 5.000, untuk semakin menghadirkan penawaran bernilai
tambah kepada konsumen dan memberikan sesuatu yang berbeda dari merek KFC.
Perseroan senantiasa memonitor posisi pasar dan nilai KFC
secara keseluruhan, mengevaluasi berbagai masukan dari konsumen untuk
meningkatkan kualitas produk, layanan, dan fasilitas yang tersedia di KFC.
Semua informasi ini diperoleh melalui survei rutin yang disebut Brand Image
Tracking Study (BITS) dan CHAMPS Management System (CMS), yang dilakukan oleh
perusahaan survei independen. BITS adalah survei untuk mengetahui persepsi
konsumen dan brand image KFC sebagai acuan dari merek utama lainnya di bisnis
restoran cepat saji. Hasil dari BITS menunjukkan bahwa KFC secara konsisten
masih menempati posisi tertinggi di benak konsumen untuk ‘Top of Mind
Awareness’, dibandingkan dengan merek utama lainnya. CMS adalah survei untuk
menilai langsung kualitas produk, layanan, dan fasilitas yang tersedia di KFC,
dibandingkan dengan yang diharapkan.
Kinerja Perseroan dalam pertumbuhan penjualan same store
menjadikannya salah satu KFC franchise market terbaik di Asia dengan pertumbuhan
rata-rata 18,7% pada 2010 dan 13,8% pada tahun 2011 dan akan terus
mempertahankan posisi ini. Pengembangan merek yang kontinu melalui strategi
pemasaran yang inovatif, keunggulan operasional, dan pertumbuhan dua digit yang
konsisten dalam penjualan dan pengembangan restoran, telah menganugerahi
Perseroan berbagai penghargaan dari Asia Franchise Pte Ltd.
Perseroan berkomitmen tinggi untuk mempertahankan visi
kepemimpinan dalam industri restoran cepat saji, dengan terus memberikan
kepuasan ‘Yum!’ di wajah konsumen. Dukungan dari para pemegang saham, keahlian
manajemen yang terbina baik, dedikasi dan loyalitas karyawan, dan yang
terpenting adalah kontinuitas kunjungan konsumen, memastikan Perseroan dapat
mencapai visi ini. Perseroan percaya bahwa dengan menciptakan dan mengembangkan
budaya yang mendalam dan kuat dimana setiap karyawan memberikan perbedaan,
menghidupkan ‘Customer and Sales Mania’ di restoran-restoran KFC, memberikan
perbedaan merek KFC yang sangat kompetitif, menjalin kesinambungan proses dan
hubungan antar karyawan, dan meraih hasil-hasil yang konsisten, akan secara
pasti membangun KFC bukan saja menjadi merek yang paling digemari di Indonesia,
juga KFC sebagai sebuah perusahaan yang hebat.
B.
Analisis Kasus
Di dalam makalah ini, kami mengambil kasus perbedaan harga
antara harga KFC dengan harga pesaingnya yaitu McDonald, dan mengambil kasus
perbedaan harga antara KFC Indonesia dengan KFC Negara Malaysia . Semua itu
kami cantumkan dibawah ini.
1.
Perbandingan Harga Produk KFC dan McDonald:
Harga Produk KFC Indonesia
|
Jenis Produk
|
Harga
|
|
Super Besar 1
|
Rp 25. 000
|
|
Super Besar 2
|
Rp 35.000
|
|
O.R Burger
|
Rp 10.000
|
|
Kombo Super Family
|
Rp 100. 000
|
Harga Produk McDonald
|
Jenis Produk
|
Harga
|
|
Panas 1
|
Rp 28. 000
|
|
Panas 2
|
Rp 32. 000
|
|
Panas Spesial
|
Rp .35 000
|
|
BigMac
|
Rp 40 .909
|
Melihat
kasus diatas maka kami dapat menganalisis bahwa didalam menganalisa harga dan
tawaran pesaing maka perusahaan harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
harga yang ditentukan permintaan pasar dan reaksi harga pesaing. Perusahaan
tersebut seharusnya pertama-tama mempertimbangkan harga pesaing terdekat, jika
tawaran perusahaan tersebut mengandung ciri-ciri diferensiasi positif yang
tidak ditawarkan pesaing terdekat, maka nilainya bagi pelanggan seharusnya
dievaluasi dan ditambahkan pada harga pesaing tersebut. Sehingga perusahaan
dapat menetapkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan harga pesaingnya,
tetapi jika tawaran pesaing tadi mengandung beberapa ciri yang tidak ditawarkan
perusahaan tersebut, maka nilainya bagi pelanggan seharusnya dievaluasi dan
dikurangkan dari harga perusahaan tersebut, sehingga harga perusahaan tersebut
akan lebih rendah daripada harga pesaingnya. Sedangkan jikalau antara satu
perusahaan dengan perusahaan pesaing yang lain tidak terdapat beberapa
ciri-ciri perbedaan yang signifikan maka harganya akan relatife sama.
Melihat
contoh data diatas kami membandingkan antara produk KFC yaitu Super Besar
dengan harga Rp 25.000 dan produk McD yaitu Panas 1 dengan harga 28.000, jika
dilihat komponen komponen yang ditawarkan dua jenis produk itu hampir sama
yaitu : 1 ayam+1 nasi + 1 minuman maka harga yang ditetapkan KFC akan hampir
sama dengan harga yang ditetapkan oleh pesaingnya. Oleh karena itu sebenarnya
KFC tidak mempunyai keunikan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan
pesaingnya dan oleh karena itu harga keduanya hampir sama.
2.
Perbandingan Harga KFC Di Berbagai Negara:
Harga Produk KFC Indonesia
|
Jenis Produk
|
Harga
|
|
Super Besar 1
|
Rp 25. 000
|
|
Super Besar 2
|
Rp 35.000
|
|
Kombo Super Family
|
Rp 100.000
|
|
O. R Burger
|
Rp 10.000
|
|
Paket Goceng
|
Rp 5.000
|
KFC Malaysia
|
Jenis Produk
|
Harga
|
|
Snack Plate
·
2 Pieces
Chicken
·
1 Butter
Bun
·
Coleslaw
(R)
·
Whipped
Potato ( R)
|
RM 11.35
(Rp. 41.484.2)
|
|
Dinner Plate
·
3 Pieces
Chicken
·
1 Butter
Bun
·
Coleslaw
( R)
·
Whipped
Potato ( R )
|
RM 14.40 (Rp. 52.632.0)
|
|
2
Piece Chicken
|
RM 7.20 (Rp. 26.361.0)
|
|
Bucket (15 Piece of Chicken)
|
RM51.70
(Rp.
188.963.5)
|
|
3
Piece Chicken
|
RM 10.70 (Rp.39.108.5)
|
|
5
Piece Chicken ( 5 Pieces of Chicken)
|
RM17.70
(Rp. 64.693.5)
|
|
Family
Plate (12 Pieces of Chicken)
|
RM41.80 (Rp. 152.779.0)
|
Ket: RM 1 = Rp. 3655
Melihat contoh data diatas dimana
kami mencari data produk KFC dengan harga yang paling murah di dua Negara
tersebut. Melihat data diatas kami dapat melihat bahwa KFC Indonesia mematok
harganya paling murah adalah Rp. 5000 (paket goceng), sedangkan KFC Malaysia
mematok harga yang paling murah adalah sebesar Rp. 26.361.0 ( 2 Piece Chiken). Setelah melihat kondisi seperti
ini maka kami dapat menganalisa bahwa dalam penetapan harganya KFC menggunakan
metode penetapan harga geografis. Yaitu penetapan harga berdasarkan kemampuan
daya beli setiap geografis atau wilayah yang berbeda-beda.
3.
Menganalisa Hubungan Antara Harga KFC dengan mutunya
Banyak konsumen menggunakan harga sebagai indicator mutu,
semakin harganya mahal maka semakin bagus mutu dan kualitasnya, dan sebaliknya
semakin murah harganya maka semakin turun mutu dan kualitasnya. Hal itu pun
terjadi juga pada produk-produk KFC. Ini dapat dilihat dan dibandingkan antara
paket super besar 1 yang harganya Rp 25.000 dengan paket kombo super family
yang harganya Rp 100.000. dimana paket kombo family lebih mahal harganya karena
kualitas paketnya yang lebih bagus dimana di dalam paket super besar 1 hanya
terdiri dari satu ayam sedangkan dalam paket kombofamily ayamnya terdiri dari
lima potong ayam goring, 3 porsi nasi serta 3 minuman pepsi gelas, dan karena
itu maka terlihat jelas kalau semakin bagus kualitas paketnya maka harganya
akan semakin mahal.
4.
Menganalisa Metode Penetapan Harga yang Ditetapkan Oleh
KFC
Adapun dalam menetapkan harganya, KFC menggunakan 3methode
seperti dibawah ini, yaitu:
a.
Methode Penetapan Harga Umum
Dalam penetapan harga umum (going-rate pricing), perusahaan tersebut mendasarkan harganya
terutama pada harga pesaing. Perusahaan tersebut mungkin akan menggunakan harga
yang lebih mahal, relative sama atau lebih murah daripada pesaingnya tergantung
dari keunikan diferensiasi dan kualitasnya. Ini dapat dilihat dari perbedaan
harga antara KFC dan McD hamper sama, ini dikarenakan tidak ada keunikan
keunikan yang sangat signifikan yang ditampilkan oleh kedua perusahaan
tersebut. Sehingga mau tidak mau keduanya mematok harga yang bersaing (hampir
sama).
b.
Metode Penetapan Harga Geografis
Metode penetapan harga geografis adalah metode dimana berkaitan
dengan bagaimana perusahaan tersebut memutuskan harga produknya untuk pelanggan
yang berbeda di lokasi dan Negara yang berbeda. Apakah Negara tersebut
seharusnya menetapkan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah untuk satu
Negara? itu tergantung dari pada tingkat daya beli di suatu Negara atau wilayah
tersebut. Untuk melihat dengan gampang tingkat kemakmuran suatu Negara itu
dapat dilihat dari nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap dolar amerika
serikat. Dan di antara dua Negara diatas (Indonesia, dan Malaysia ) maka yang
paling lemah nilai tukar mata uangnya terhadap dolar Amerika adalah mata uang
Indonesia dan itu mengindikasikan bahwa tingkat perekonomian dan daya beli
Indonesia lebih rendah dari pada Malaysia.
Oleh karena itu maka KFC menetapkan harga yang lebih murah
untuk Indonesia, bermaksud untuk menyesuaikan produk KFC dengan daya beli
masyarakat Indonesia
c.
Methode Penetapan Harga Diskriminatif
Perusahaan-perusahaan sering menyesuaikan harga dasarnya
untuk mengakomodasi perbedaan pelanggan, atau perbedaan produk, dan inilah yang
dinamakan dengan metode penetapan harga diskriminatif.
Diskriminasi harga terjadi apabila (price discrimination) suatu perusahaan menjual dua produk atau
lebih yang berbeda. Dalam diskriminasi ini, penjual (KFC) tersebut mengenakan
harga yang terpisah dan berbeda tergantung dari pada intensitas kualitasnya. Semakin
bagus kualitasnya maka harganya akan semakin mahal dibandingkan dengan produk
yang lainnya, dan sebaliknya.
Penetapan harga diskriminatif juga dapat terjadi jikalau
perusahaan akan menjual dua produk atau lebih yang berbeda dan dalam menentukan
harganya tergantung dari intensitas permintaannya.
Tetapi dalam contoh kasus KFC ini, KFC menetapkan dan
membeda-bedakan harga tergantung dari pada intensitas kualitasnya.
BAB IV
KESIMPULAN
KFC (Kentucky Fried Chicken) adalah
salah satu perusahaan fast food global yang memiliki anak perusahaan di
Indonesia. Di dalam strategi penetapan harganya maka perusahaan KFC haruslah
menggunakan metode-metode yang tepat dalam menentukan harganya karena harga
merupakan unsur penting bauran pemasaran. Harga adalah satu-satunya yang
menghasilkan pendapatan dan unsur lainnya yang menghasilkan biaya.
Penetapan harga yang tepat sangatlah penting untuk
perusahaan global seperti KFC, ini dikarenakan wilayah-wilayah dimana tempat
KFC beropersi memiliki kemampuan daya beli yang berbeda-beda, sehingga dalam
penetapan harganya haruslah tepat supaya bisa diterima oleh masyarakat
setempat, dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis dan menjadi
pesaing di wilayah dimana KFC beroperasi dan itulah yang menyebabkan adanya
perbedaan perbedaan harga produk KFC antara satu Negara dengan Negara yang
lainnya tergantung dari kemampuan daya beli masyarakat di Negara tersebut.
Adapun dalam menetapkan harga, KFC menggunakan tiga methode,
yang pertama adalah metode penetapan harga umum, metoed penetapan harga
geografis dan metode penetapan harga diskriminatif.
Metode penetapan harga umum adalah metode penetapan harga
berdasarkan harga pesaing. Selanjutnya metode penetapan harga geografis, metode
penetapan harga geografis adalah metode dimana perusahaan (KFC) menentukan
harga yang berbeda-beda diantara Negara-negara yang menjadi tempat
beroperasinya tergantung dari pada kemampuan daya beli masyarakatnya. Dan
selanjutnya adalah metode penetapan harga diskriminatif, metode ini dapat
diartikan sebagai metode dimana perusahaan menetapkan harga yang berbeda beda
untuk setiap produknya tergantung dari intensitas permintaan ataupun intensitas
kualitasnya.
Di dalam menentukan harganya, KFC juga menggunakan adaptasi
bukan standarisasi, ini berarti harga yang ditetapkan oleh KFC disesuaikan
dengan kemampuan daya beli masyarakat setempat, bukan dengan menggunakan harga
standarisasi yang berarti harga di setiap Negara pasarnya disamakan.
Adapun segmen yang dipilih oleh KFC adalah ALL SEGMEN, yaitu
berlaku untuk semua kalangan, baik kalangan ekonomi bawah, kalangan ekonomi
menengah dan kalangan ekonomi atas. Ini terbukti dengan harga KFC yang
terjangkau oleh berbagai kalangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kotler, Philip, 2002. Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi
Indonesia, Jakarta,Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo.
Kotler, Philip, 2002. Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi
Indonesia, Jakarta,Edisi Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo.
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, 2001.Prinsip - prinsip
Pemasaran, Jilid 2, Jakarta,Edisi Kedelapan,Penerbit Erlangga.
www.kfc.com.my/
www.kfcindonesia.com/
www.kfc.com/
en.wikipedia.org/wiki/KFC
id.wikipedia.org/wiki/Kentucky_Fried_Chicken